Ads 468x60px

Monday, September 19, 2011

Menilai Kejujuran

Apakah Anda orang yang jujur? Begitu tanya teman saya sewaktu dalam perjalanan pulang ke rumah di tengah malam yang sepi.

Sudah barang tentu akan sangat sulit menjawab pertanyaan yang demikian itu. Apalagi untuk menilai kejujuran pada diri kita sendiri. (Lha iyalah, tar disangka sok jujur dan bisa mengarah pada riya lagi…). Namun demikian, untuk menilai apakah kita orang jujur sangat mudah sekali. Mo tahu caranya?

Coba anda keluar pada tengah malam dan kendarai kendaraan anda apa saja, mo motor kek, mobil kek, atau sepeda (asal jangan becak aja, sebab udah ga boleh beredar di DKI). Nah, setelah sampai di persimpangan jalan yang biasanya ada traffic light (lampu lalulintas tuh), pas saat lampu sedang berwarna merah, apa yang akan anda lakukan? Menerobos lampu merah? Ingat, saat itu keadaan sangat sepi. Gak ada pak polisi yang kerjaan nilang doang, gak ada orang lalu lalang menyeberang jalan. Jalan begitu kosong melompong, tapi lampu lalulintas tengah berwarna merah. Sekali lagi apa yang akan anda lakukan?

Jika anda tetap patuh pada peraturan lalulintas, tidak menerobos lampu merah walau keadaan jalan sangat sepi, saya berani menjamin bahwa anda adalah orang yang jujur, yang sangat taat pada peraturan. Jika masyarakat Jakarta bersikap seperti anda, insya Allah indikator kebaikan sudah di depan mata.

“Hoi, bego amat sih lu. Udah jalan aja terobos tuh lampu merah. Kan gak ada polisi, gak ada orang nyebrang jalan. Tolol amat sih luh!” tiba-tiba teman yang membonceng saya berkata demikian……

Kemudian saya terobos saja lampu merah itu. Saya pikir, bodoh amat sih saya ini. Lha wong keadaan jalan lagi sepi di malam itu, mengapa saya harus berhenti cuma karena lampu lalu lintas berwarna merah. Akhirnya, ngeeengggg…….. suara motor saya menderu.

BUAH KESABARAN

Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. Pernah bersabda:

“Apabila Allah mencintai hambanya, maka ia akan mengujinya sehingga Allah mendengar permohonannya dengan penuh ketundukan” (HR. Al-Baihaqi)

Musibah merupakan salah satu cara Allah Swt menguji hambanya. Mungkin berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, keluarga serta buah-buahan. Demikian itu Allah lakukan untuk mengetahui siapa yang sabar dan tidak di antara mereka. Karena itu Allah menyatakan bahwa berilah kabar gembira kepada hamab-hambaKu yang sabar.


Allah berfirman:

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(QS. Al-Baqarah: 155)

Ujian Allah itu juga bisa berbentuk perintah yang cukup berat dan sangat sulit untuk dilakukan seperti perintah jihad yang dahulu Allah Swt. perintahkan kepada para sahabat yang mengaku diri beriman. Mereka mengaggap bahwa ungkapan “Aku beriman kepada Allah” merupakan bukti akhir dari keimanan seseorang. Menyikapi hal itu Allah Swt. menurunkan al-ayat Qur’an yang berbunyi:

Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami Telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi?

Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabût: 1-3)

Karena itu, yakinlah bahwa tidak seorangpun yang luput dari musibah dan ujian Allah Swt, bahkan dia adalah nabi kekasih Allah Swt. sekalipun. Mari sejenak kita membuka lembaran sejarah penuh makna dari seorang nabi (Ayub As.) yang sangat taat telah diberikan ujian besar oleh Allah Swt. Namun dengan modal kesabaran ia mampu menghalaunya sehingga Allah Swt menempatkanny pada derajat yang tinggi disisi-nya.

Nabi Ayyub adalah seorang nabi yang diberikan banyak keutamaan oleh Allah Swt. berupa kekayaan yang berlimpah ruah, binatang ternak, tanah dan aset-aset lainnya yang tak terhitung jumlahnya. Namun kekayaan yang ia miliki tersebut tidak menjadikan dirinya lalai untuk tetap taat dan patuh kepada semua perintah Tuhan-Nya. Kekayaanya juga tidak membuatnya angkuh dan sombong. Semua kekayaan tersebut ia gunakan untuk menyantuni fakir miskin, janda-janda serta anak-anak yatim.

Dengan izin Allah Swt. suatu hari Nabi Ayyub As. Memndapatkan cobaan yang sangat berat. Penyakit menaun yang menjijikkan dan sulit disembuhkan datang menimpanya. Bukan itu saja, kekayaan yang ia miliki sirna dengan seketika hingga ia jatuh miskin. Namun kondisi demikian tidak membuat dirinya surut dan pesimis. Ia tetap istiqamah dalam ketaat an kepada Allah. dari mulut beliau terucap: ”Ya Allah, sesungguhnya engkaulah yang telah memberiku, maka engkaulah yang berhak untuk mengambilnya”. Penderitaan yang dialami belum berakhir, teman dekat saat ia kaya telah banyak menjauhinya, bahkan Ayyub sendiri dikucilkan oleh mereka ke luar kota. Istri yang beliau sangat cintai paergi meningalkannya kecuali Siti Rahmah yang tetap setia mendampinginya meski kesabarannya hampir saja hilang. Dari mulut Siti Rahmah pernah terucap kata-kata: “wahai suamiku engkau adalah seorang nabi yang mulia, seandainya engkau meminta kepada Tuhanmu pasti Dia akan membebaskanmu”. Nabi Ayyub menjawab: “Wahai istriku, kita sudah delapan puluh tahun lamanya menikmati kebahagiaan dan kehidupan yang serba berkecukupan, sungguh tak pantas rasanya untuk memintanya, terlalu sedikit cobaan yang kita terima dibandingkan kenikmatan yang telah aku rasakan”.

Dengan ketabahan yang dimiliki keduanya, Allah memberikan kesembuha kepada Nabi Ayyub dan keduanya kembali menikmati lembaran kehidupan baru, bahkan lebih bahagia dari sebelumnya. Ketabahan dan kepasrahan ysng dimiliki keduanya lahir dari sebuah keyakinan bahwa segala yang terjadi dalam diri setiap makhluk adalah kehendak Allah Swt.

Firman Allah Swt.:

“Tidak suatu bencanapun yang menimpa dibumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhim mahfudz) sebelum kami menciptakannya, sesungguhnya yang demkian itu adalah mudah bagi Allah, supaya kamu jangan terlalu bergenbira terhadap apa yagdiberikan-Nya kepadamu dan Allah tidak menyukai seiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS;al-Hadid: 22-23)

Kejadian di atas tidak hanya berlaku bagi Nabi Ayyub secara personal saja melainkan bagi semua makhluk. Karena itu, ketundukan dan kepasrahan kepada Allahlah yang dapat menjadi modal utama hidup ini. Harus diyakini bahwa apapun yang terjadi pada diri manusia merupakan spisode dari sebuah drama yang mesti dilalui sebelum sampai kepada ending cerita. Nabi Ayyub yang ketaatannya tidak dapat diragukan lagi telah mengalami peristiwa yang sungguh tragis, namun ketaatan kepada Tuhan-Nya telah menjadikan dirinya bersabar. Kini, mampukah kita untuk meneladani sifat Nabi Ayyub yang saat ditimpa musibah tidak sibuk menghitung kekayaan yang hilang namun berusaha menanamkan kesadaran bahwa nikmat yang telah diberikan jauh lebih besar dari musibah yang menimpa. Wallahu a’lam

MANIS TUTUR KATA

“dan katakanlah kepada hamba-hambaku! Hendaklah mereka mengucapkan kata-kata yang terbaik…” (al-Isra: 53)

Manusia adalah makhluk yang selalu memiliki ketergantungan kepada orang lain, baik itu saudara, kerabat, sahabat atau yang lainnya, mereka selalu mendambakan hidup yang damai dan harmonis.

Secara naluri, setiap orang mempunyai keinginan untuk dapat berbuat kebaikan kepada orang lain, namun terkadang keinginan itu tidak dapat direalisasikan hanya karena alasan keterbatasan materi, padahal sesungguhnya, masih banyak cara dan jalan untuk dapat mewujudkan cita-cita suci tersebut, salah satu diantaranya adalah berusaha untuk selalu manis dalam bertutur kata. Memuji orang yang berbuat baik sekecil apapun, tidak membentak, tidak menghina dan lain sebagainya adalah sedekah, Rasulullah bersabda “tutur kata yang baik adalah sedekah” (HR. Bukhari-Muslim).

Allah telah menjanjikan surga bagi hambanya yang selalu berusaha berkata baik sebagaimana sabda Rasulullah Saw, yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda “di dalam surga terdapat sebuah kamar yang terlihat bagian luarnya dari dalam dan bagian dalamnya dari luar” seorang sahabat bernama Abu Malik al-Asy’ari bertanya! untuk siapakah kamar itu wahai Rasulullah? Rasulullah Saw menjawab, “kamar itu disediakan bagi orang yang bertutur kata baik, orang yang memberi makan orang lain, dan untuk orang yang shalat malam saat manusia sedang tertidur” (HR.Thabrani dan al-Hakim), “amalan yang dapat memasukkan seorang ke dalam surga adalah: memberi makan orang lain, menyebarkan salam, dan bertutur kata yang baik” (HR.Thabrani).

Dalam riwayat yang lain diceritakan pula oleh al-Bazzar dari Anas, dia berkata bahwa seseorang pernah berkata kepada Rasulullah Saw, ajarilah aku suatu amalan yang dapat membuatku masuk surga!, Rasulullah bersabda “berilah makan, sebarkanlah salam, perindahlah ucapan, dan shalatlah di malam hari saat manusia sedang tertidur, niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat” (Hadis Shahih)

Semua hadis di atas menunjukkan kepada kita betapa tutur kata yang baik memiliki posisi yang tinggi dalam Islam, ia adalah manifestasi dari kesalehan. Membahagiakan keluarga, tetangga, atau orang yang tidak kita kenal sekalipun tidak hanya bisa diukur lewat materi saja, akan tetapi semua yang terbaik yang kita miliki dapat kita jadikan sebagai ladang ibadah meski hanya sekedar tutur kata yang baik.

Dengan harta kita bisa bersedekah dan berempati, dengan salam kita dapat menebarkan keselamatan, dan dengan kata yang indah dan baik kita dapat menebarkan kedamaian dan ketenangan. Bukankah Rasulullah Saw, pernah bersabda, “…takutlah kalian kepada neraka walaupun dengan sepotong kurma, dan barang siapa yang tidak mampu menginfakkan sepotong kurma, maka hendaknya bertutur kata yang baik” (HR.Bukhari-Muslim), Wallahu a’lam

TERUSLAH BERHARAP

“…dan janganlah kalian berputus asa, sesungguhnya yang berputus asa dari karunia Allah itu hanyalah kaum yang kafir (QS, Yusuf: 87) dalam ayat yang lain juga Allah mengungkapkan hal yang senada “…dan yang berputus asa dari rahmat Tuhannya hanyalah orang-orang yang sesat (QS, al-Hijr:56)

Harapan adalah suatu kekuatan dalam diri manusia yang dapat mendorong serta menumbuhkan semangat untuk mau bekerja dan berusaha semaksimal mungkin dengan tujuan untuk meraih segala cita-cita. Harapan juga dapat membangkitkan semangat untuk berjuang dengan sungguh-sungguh karena masih ada kemungkinan kesuksesan yang akan diraih, seorang murid berusaha keras untuk belajar karena ada harapan untuk menuai kesuksesan, orang sakit meminum obat karena ada harapan untuk sembuh, seorang pemimpin bekerja keras dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab karena masih ada harapan menuju sebuah perubahan dan perbaikan.

Antonim dari pengharapan adalah putus asa atau hilangnya harapan, orang yang mudah putus asa, akan sulit untuk maju dan sukses. Tepatlah kalau Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa”kebinasaan itu disebabkan dua hal yaitu, putus asa dan bangga”. Putus asa artinya hilangnya harapan dari seseorang sehingga ia tidak memiliki gairah, semangat untuk melakukan sesuatu, karena apa yang dicarinya itu dalam pandangannya mustahil akan tercapai, sedangkan bangga oleh ibnu Mas’ud diartikan sebagai perasaan puas dan cukup atas apa yang telah diraih, sehingga semua itu sudah dianggap selesai dan ia tidak lagi mau berusaha.

Merasa hilang harapan adalah fitrah setiap manusia, namun islam sangat membenci orang yang berptus asa, bahkan tidak segan-segan Allah mengecamnya dengan dijuluki orang-orang yang kafir atau sesat. Untuk menumbuhkan harapan dibutuhkan keimanan karena orang yang beriman dalam keadaam apapun harus selalu meyakini akan rahmat dan pertolongan Allah akan datang setiap waktu, sesudah kesulitan akan datang kemudahan, Allah berfirman”Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kelapangan, sesungguhnya bersama kesulitan ada lagi kemudahan” (QS,al-Insyirah: 5-6)

Kondisi bangsa yang akhir-akhir ini semakin menyedihkan dan memperihatinkan semestinya tidak menjadikan kita putus asa, dengan bermodalkan keimanan, kita harus terus berusaha dengan semangat yang tinggi dengan harapan bahwa pertolongan dan bantuan Allah akan datang kepada kita, Allah akan menolong siapa yang dikehendaki, sebagaimana disinyalir dalam QS/30: 5-6) “Allah akan menolong siapa yang dikehendaki-Nya dan dia maha Perkasa dan Penyayang. Itulah janji Allah dan Allah tiada pernah memungkiri janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. Wallahu a’lam.

MENGGAPAI KETENANGAN JIWA

Manusia secara fitrah telah diciptakan dalam keadaan keluh kesah sehingga tidak heran bila kedamaian dan ketenangan jiwa dan batin adalah dambaan setiap insan, berbagai macam cara ditempuh guna meraih tujuan tersebut, ada yang menganggap bahwa ketenangan dapat diraih dengan berekreasi, berkumpul dengan teman dan handai tolan, bernyayi, mengungkapkan perasaan kepada orang lain atau lewat tulisan, bahkan sering dijumpai, sebagian orang mencari ketenangan dengan mengumpulkan harta, dengan harta tersebut apapun dapat dibeli dan diperoleh, dengan harta mereka menghabiskan waktu dengan berpoya-poya sambil melakukan maksiat, namun pada hakekatnya ketenangan jiwa itu tidak dapat diraih hanya dengan materi saja melainkan itu adalah anugrah dari Allah yang didapati melalui upaya-upaya penghambaan kepada-Nya.

Allah sangat menghargai jiwa yang damai dan tenang, bahkan jiwa tersebut akan dipanggil dengan panggilan cinta-Nya, Allah berfirman “wahai jiwa yang tenang! Kembalilah engkau keharibaan Tuhan-Mu dengan rido dan diridhoi, masuklah kedalam golongan hambaku yang shaleh dan masuklah kedalam surgaku” (al-Fajr: 27-30).

Untuk meraih ketenangn jiwa tersebut, ada beberapa upaya yang harus dilalui, Rasulullah Saw telah menjelaskan dalam salah satu hadisnya mengenai kreteria manusia yang dapat meraih ketenangan jiwa itu. Ibnu katsir dalam tafsirnya menyatakan bahwa Rasulullah pernah mengajarkan doa kepada seorang laki-laki ”katakanlah! Ya Allah Tuhanku, kami memohon kepadamu jiwa yang damai, yang beriman kepada pertemuan dengann-Mu, yan ridho dengan ketentuan-Mu, dan yang puas dengan anugrah-Mu” .

Orang yang akan mendapatkan ketenangan jiwa itu adalah sebagai berikut: pertama; Ridho biliqâillah, manusia akan merasakan ketenangan jiwa, saat ia berusaha untuk selalu meyakini pertemuan dengan Tuhannya, dengan demikian ia berusaha ikhlas dalam beribadah dan selalu teguh dalam ketauhidan. kerridhoan Allah adalah tujuan utama setiap hamba dan ia adalah penghargaan yang jauh lebih mahal dari dunia dan isinya, penghargaan tersebut tidak dapat diraih kecuali bagi hamba yang takut kepada-Nya, “bagi mereka pahala dari sisi Tuhan-Nya yaitu berupa surga yang mengalir dibawahnya sungai, mereka kekal didalamnya, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah, yang demikian itu diberikan kepada mereka yang takut kepada Tuhan-Nya” (al-Bayyinah: 8). Kedua; Ridho bi al-‘Atâ: seorang yang mendambakan ketenangan jiwa harus belajar untuk selalu ridha dan puas terhadap segala anugrah yang Allah telah berikan kepadanya, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw “…dan bersikap relalah terhadap segala yang Allah telah bagikan kepadamu, niscaya engkau akan menjadi orang yang paling kaya” (HR.Tirmizi dan Ahmad). Ketiga; Ridha bi al-Qadha: hasil apapun yang dicapai setelah melewati usaha yang maksimal merupakan ketentuan dari Allah, baik atau buruk hasil tersebut, karena bisa jadi yang baik bagi kita belum tentu baik bagi Allah dan buruk bagi kita bisa jadi baik dalam pandangan Allah, Allah berfirman ”…bias jadi apa yang kalian anggap buruk adalah baik bagimu dan bias jadi apa yang kalian anggap baik itu adalah buruk bagimu” (al-Baqarah: 216).

Kesadaran akan betapa pentingnya tiga hal diatas akan dapat mengobati kegelisahan yang dirasakan setiap orang, sehingga kita benar-benar akan merasakan ketenangan bathin. Wallahu a’lam.

KETABAHAN HATI

“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS al-Baqarah: 155)

Salah satu ciri orang yang beriman adalah selalu bersabar saat ditimpa berbagai cobaan, musibah yang menimpa manusia adalah bagian dari cobaan, bisa jadi cobaan itu berbentuk sedikit ketakutan, kelaparan, kemiskinan/kekurangan harta, jiwa, dan buah buahan, namun segala bentuk cobaan itu akan berharga bagi mereka yang bersabar dan tegar.

Sabar dalam menghadapi segala problema kehidupan adalah memiliki dampak kehidupan disini bukan berarti lemah namun sabar yang dimaksud adalah ketabahan hati dan keteguhan jiwa dalam segala problema kehidupan.

Kisah Sumayyah adalah salah ciri seorang muslimat yang tegar dan teguh dalam pendirian, dengan keimanan dan prinsip ketauhidan yang kuat telah menghantarnya menghadapi tekanan yang begitu dahsyat dari kaum Quraisy, Abu Lahab sebagai pembesar sekaligus pembangkang dakwah Islam, telah sengaja menghardik dan menyiksa Sumayyah beserta keluarganya, namun semua tipu muslihat yang dilakukan tidak mampu menggoyahkan prinsip ketauhidan yang Dimilikinya. Dengan ketabahan jiwa yang dimiliki sempat terucap kata-kata dari mulut sumayyah “Celakalah engkau wahai musuh Allah, Allah telah menjajikan bagiku surga, karena itu aku lebih memilih mati daripada melihat tampangmu wahai Abu lahab”, bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda, terlihat dari ungkapan beliau “Bersabarlah keluarga Yasir (suami Sumayyah) janji untuk kalian adalah surga, ya Allah ampunilah keluarga Yasir”. akhirnya Sumayyahpun meninggal dalam syahid, sehingga namanya dilestarikan dalam sejarah sebagai seorang syahid pertama dalam Islam.

Ada beberapa mau’idzah yang dapat dipetik dari kisah diatas, diantaranya adalah: Pertama, keteguhan hati dan ketegaran jiwa adalah perangkat terpenting yang harus dimiliki seorang muslim dalam mempertahankan prinsip yang diyakini khususnya dalam mempertahankan prinsip Fundamental (aqidah) dan umumnya semua prinsip-prinsip agama yang telah ditetapkan oleh Allah demi kemaslahatan hambanya. Kedua, Keyakinan Orang yang beriman tidak mudah untuk luntur meski diterpa ujian dan cobaan yang besar sekalipun, terbukti dari kisah diatas, Sumayyah dan seluruh keluarganya menanggung penyiksaan yang sangat mengharukan namun keteguhan dan ketatabahan jiwa telah menghantarkannya menjadi hamba Allah yang dijanjikan surga. Ketiga, yakin terhadap janji Allah adalah modal utama untuk menambah ketabahan dan ketegaran jiwa dalam menghadapi semua problematika kehidupan.

Semua manusia tidak akan bisa berlari dari cobaan, karena itu adalah janji Allah kepada hambanya sesuai dengan firman Allah dalam QS, al-Baqarah: 155

“Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “inna lillah wainna ilaihi raji’un”.

Dalam era globalisasi ini kita sering dihadapkan kepada sebuah pilihan yang terkadang kita susah untuk menentukan pilihan tersebut, antara kebenaran dan kelaliman, antara kemuliaan dan kehinaan, antara popularitas dan harga diri, semua itu akan dapat dihadapi ketika kita memiliki prinsip yang kuat, didasari ketaqwaan kepada Allah dan ketabahan/ketegaran jiwa, tentunya kita juga tidak bisa lepas dari bimbingan Allah sebagai sang khaliq. Wallahu a’lam.

Pelajaran dari Ketegaran Seorang Wanita

“Sesungguhnya Allah Telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat“. (Al-Mujadilah: 1)

Ayat diatas yang mengawali surah Al-Mujadilah yang berarti wanita yang mengajukan gugatan dapat dibaca dari dua sudut pandang; sisi keperihan hati seorang isteri atau sisi ketegaran serta keberaniannya menghadapi perilaku suami. Surah ini termasuk surah yang unik dilihat dari segi pemaparan hukum zihar yang diawali dengan pengungkapan sebab turun dan peristiwa yang melatarbelakangi berlakunya hukum hakam seputar zihar. Ibnu Asyur menyimpulkan, diantara keunikan surah ini bahwa hukum zihar yang menjadi fokus surah ini jutru diawali dengan menyebutkan sebab turunnya terlebih dahulu untuk menunjukkan perhatian yang besar kepada wanita yang menjadi subjek dalam peristiwa zihar pertama dalam Islam yang mengadukan permasalahannya dan menuntut hak dan keadilan atas perilaku suaminya yang cenderung mengabaikan dirinya dan anak-anaknya setelah sekian lama mengecapi kehidupan rumah tangga.

Senada dengan Ibnu Asyur, Sayyid Quthb mengagumi permulaan surah ini dengan menyatakan bahwa surah ini diawali dengan sebuah gambaran yang unik dalam sejarah kemanusiaan. Gambaran yang konkrit tentang wujudnya pertalian dan hubungan yang kuat dan tidak terputus antara langit dan bumi. Keterlibatan langit dengan kejadian sehari-hari di bumi meskipun terhadap sebuah keluarga kecil yang tidak memiliki keistimewaan apapun. Semata-mata untuk menetapkan hukum Allah demi keadilan yang berlaku untuk hambaNya. Demikian Allah akan senantiasa hadir mengawasi dan memperhatikan kebutuhan dan tuntutan hambaNya. Sesaatpun Allah tidak akan pernah lalai akan keadaan hambaNya, siapapun tanpa terkecuali seperti yang terjadi pada seorang wanita tua yang menyampaikan keperihan hatinya dan menuntut hak seorang istri atas perlakuan suaminya yang tidak mengormati haknya.

‘Tujadilu’ yang menjadi kata kunci ayat diatas bisa difahami dengan dua pengertian menurut mufassir Zamakhsyari, yaitu dalam arti ‘tastaghitsu’ meminta pertolongan dan dalam arti ‘tastarhimu’ yaitu memohon kasih sayang Allah swt. Pada kedua makna bahasa ini tercermin maksud pengaduan wanita tua tersebut kepada Allah. Ia meminta pertolongan sekaligus memohon kasih sayang Allah agar permasalahan yang dihadapinya yang merungsingkan fikiran dan mengganggu keharmonisan rumah tangganya segera mendapatkan jawaban yang tuntas langsung dari Yang Maha Bijaksana. Disini terekam keberanian dan ketegaran seorang wanita dalam menghadapi persoalan internal rumah tangganya. Seorang isteri memang dituntut memiliki kesabaran ekstra disamping tidak mudah patah semangat dalam menghadapi apapun persoalan rumah tangga yang menjadi sunnah dan romantika kehidupan keluarga.

Allah swt mengabadikan kisah ketegaran dan keberanian seorang wanita justru di awal surah yang mengawali juz ke 28 agar mudah ditemukan. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa wanita itu bernama Khaulah binti Tsa´labah yang telah diperlakukan secara ‘zihar’ oleh suaminya Aus ibn Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: “Kamu bagiku seperti punggung ibuku” dengan maksud dia tidak boleh dan tidak akan menggauli isterinya kembali, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat Jahiliyah saat itu, ungkapan zihar secara hukum sama dengan mentalak isteri. Maka Khaulah mengajukan gugatan kepada Rasulullah s.a.w seraya meminta kepastian hukum tentang perilaku suaminya tersebut. Rasulullah menjawab bahwa dalam hal persoalan ini belum ada keputusan dari Allah swt sehingga Rasulullah mengatakan: “Engkau telah diharamkan bersetubuh dengan dia”. Khaulah kembali menyampaikan argumentasinya: “Suamiku belum mengeluarkan kata-kata talak”. Berulang kali Khaulah mendesak Rasulullah supaya menetapkan suatu keputusan hukum tentang persoalan yang dihadapinya. Maka turunlah ayat ini dan ayat-ayat berikutnya yang menjelaskan secara rinci hukum hakan seputar zihar yang belum pernah ada sebelumnya.

Dalam riwayat yang lebih rinci dari Aisyah, wanita yang bernama Khaulah binti Tsa’labah (sesuai dengan nama bapaknya) atau Khaulah binti Khuwailid (nisbah kepada nama kakeknya) menuturkan kepedihan hatinya atas perilaku suaminya yang melakukan zihar terhadap dirinya, “Wahai Rasulullah, ia telah merenggut masa mudaku dan aku hamil karenanya. Namun ketika aku berusia lanjut dan tidak mampu melahirkan anak kembali, ia malah menziharku. Aku tidak kuasa menahan keperihan ini karena aku memiliki anak yang banyak. Jika aku menyerahkan anak-anakku kepadanya bisa jadi mereka akan kelaparan karena kemiskinan suamiku. Namun jika anak-anakku yang masih kecil bersamaku, maka mereka akan merasakan kehilangan bapaknya. Wahai Rasulullah, putuskanlah untuk kami yang bisa mengumpulkan kami kembali bersamanya karena ia telah menyesali perbuatannya”. Rasulullah menjawab: “Ia telah diharamkan untuk kamu”. Wanita itu terus mengadukan persoalannya kepada Rasulullah sambil menengadah ke langit memohon kasih sayang Allah. Lantas Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban atas peristiwa zihar yang melibatkan diri dan suaminya.

Jelas zihar merupakan ungkapan yang menyakitkan hati seorang wanita, karena kata-kata seperti itu jelas menunjukkan sikap suami yang tidak memperdulikan atau cenderung tidak menghargai pengorbanan dan layanan isterinya. Bahkan ia tega mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan seakan-akan ia tidak pernah merasakan manisnya kehidupan suami isteri selama ini. Sungguh di luar dugaan Khaulah memang, bagaimana mungkin suami yang sangat disayanginya tiba-tiba berubah sikap dan mulai berani mengeluarkan kata-kata ketus yang menyinggung perasaannya justru di saat ia mendambakan hadirnya cinta yang tulus dari suaminya memasuki usia lanjut keduanya..

Peristiwa ini benar-benar membekas di hati isteri Rasulullah, Aisyah ra. Ia berujar seraya memuji wanita tersebut: “Segala puji milik Allah yang luas pendengaranNya meliputi segala suara. Telah datang seorang wanita yang mengadu persoalannya kepada Nabi. Saya tidak dapat mendengar pengaduannya padahal saya berada di sisi rumah dan Allah Maha Mendengar dengan menurunkan ayat ini”. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah)

Tentu merupakan suatu hal yang luar biasa manakala Allah langsung mendengar aduan dan jeritan hati seorang wanita yang ingin mengetahui kepastian hukum dengan suaminya. Bahkan Allah menurunkan jawaban langsung tentang persoalan yang diperselisihkan tersebut. Padahal ia hanya seorang wanita biasa, bukan wanita yang memiliki kedudukan istimewa di sisiNya. Namun begitulah Allah hadir untuk siapapun yang benar-benar mengadukan jeritan hatinya dengan tulus hanya kepadaNya.

Setelah turun jawaban dari Allah melalui ayat ini, Rasulullah memanggil Aus bin Shamit suami Khaulah: “Apakah gerangan yang membuatmu berlaku demikian?”. ia menjawab: “Syaitan yang menggodaku”. Rasulullah bertanya lagi: “Apakah kamu kuat untuk berpuasa?”. “Tidak ya Rasulullah”. Kalau begitu apakah kamu mampu memerdekakan hamba sahaya”. “Tidak juga wahai Rasulullah, aku tidak memiliki harta yang banyak untuk memerdekakan budak”. Rasulullah bertanya untuk ketiga kalinya: “Apakah kamu bisa memberi makan kepada 60 orang miskin”. Ia menjawab: “Justru sayalah orang sangat membutuhkan bantuan”. Maka Rasulullah memberinya 15 sha’ yang ia sedekahkan kepada 60 fakir miskin”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)

Sejak peristiwa besar yang mengangkat posisi wanita ini, Umar bin Khattab ra siap untuk mendengarkan nasihat wanita tersebut kapanpun, seperti yang diriwayatkan bahwa suatu hari Umar berjalan bersama pengawalnya persis di depan Khaulah binti Tsa’labah. Lantas wanita itu memberhentikan langkah Umar dan berbicara kepadanya seraya menasehati: “Bertakwalah wahai Amirul Mu’minin, karena seorang yang yakin dengan kematian ia takut terlewat (tidak beramal) dan siapa yang takut dengan hisab, pasti ia takut dengan azab”. Umar menyimak nasehat wanita tersebut dengan cermat tanpa berganjak sedikitpun sehingga para pengawalnya berkata, “Wahai Khalifah, siapa gerangan wanita tua ini? Engkau benar-benar tidak berganjak saat wanita itu menasehati”. Umar berkata: “Ketahuilah, seandainya wanita ini menghentikan perjalananku dari siang hingga malam, aku akan menurutinya walau dalam keadaan apapun kecuali untuk shalat. Tidakkah kamu tahu, inilah wanita yang didengar pengaduannya langsung oleh Allah dari langit ke tujuh. Jika Allah berkenan mendengar aduan wanita tersebut, kenapa Umar tidak?”.

Demikian sepenggal kisah yang menyentuh sisi ketegaran dan keberanian seorang wanita dibalik kelembutan dan ketidakberdayaannya menghadapi perilaku suami yang cenderung tidak perduli dengan perasaan seorang isteri yang telah berbuat banyak hal untuk dirinya. Kisah penghargaan Allah yang istimewa terhadap sosok wanita tentu harus menjadi pelajaran yang berharga bagi keluarga manapun, bahwa hak seorang isteri mutlak harus dipenuhi selaras dengan pengorbanan dan peran besarnya dalam membina rumah tangga yang harmonis dibawah naungan ridha Allah swt.

Ketegaran Seorang Wanita

"Suami gue berhubungan sama cewe lain, dan sekarang cewe itu hamil."

"Hah? Gemana caranya? Bukannya suami elo itu...sayang banget dan baik banget sama elo?"

"Iya. Gue tau itu. Gue juga ga ngerti. Mungkin memang satu kekhilafan, tapi kekhilafan yang fatal dan ngancurin semuanya. Ngancurin semua yang udah gue bangun sama dia."

"Loe tau darimana??"

"Cewe itu dateng dan nemuin gue."

"Sama suami loe?"

"Kaga, sendiri."

"Hah?? Jadi suami loe ga ngomong apa - apa sama sekali??"

"Gak. Sampai gue ninggalin rumah, suami gue baru nelpon dan kaget kalau gue udah tau."

"Babi."

"Dia bilang dia takut kehilangan gue. Dia takut ngancurin semua ini."

"Kenapa mikirnya baru sekarang?"

"Itu juga yang gue bilang sama dia. Hhh.....gue tau percuma gue nanya ini ke elo, gue juga udah tau pilihannya sebenernya, tapi gue masih berharap semoga ada pilihan lain sebagai jawaban? Gue harus gimana Vil? Gue tau suami gue baik dan sayang, gue tau suami gue ngelakuin kesalahan, gue tau dia udah nyesel, tapi gue juga tau gue ga bakalan lupa seumur hidup tentang ini semua. Dan gue ga yakin gue bisa terbiasa suatu saat nanti. Seumur hidup gue harus ngeliat wanita lain di samping dia, hanya karena alasan yang dangkal dan gue harus menerima begitu saja...."

"Hhh......"

"Kalo nurutin egoisnya gue, gue pengen banget nyuruh dia bayarin cewe itu buat pergi dari kehidupan gue dan dia. Gue pengen banget semuanya diulang lagi. Gue pengen banget marah - marah dan bikin suami gue dan dia sengsara. Tapi apa gunanya? Gue tetap ga akan ngerasa bahagia. Semua udah terjadi dan gue ga bisa apa - apa. Gue ga mungkin punya ati untuk nyuruh cewe itu aborsi, apalagi sekarang kandungannya udah gede. Gue juga ga mungkin lah punya ati untuk nyuruh suami gue nelantarin dia gitu aja, dan biarinin anaknya idup tanpa bapak."

"..."

"Mungkin kalau cewe itu cewe ga bener, gue bisa. Tapi cewe itu cewe baik - baik, dan mungkin memang cinta dia yg menggelapkan matanya akan keberadaan keluarga lain di balik orang yang dia cintai. Gue ga ngerti.Tapi gue tau, dia sama - sama wanita. Sama - sama mencintai dan ingin dicintai. Dan segimana gue nyalahin dia, sekali lagi ga ada gunanya Vil. Gue ga mungkin nutup mata akan kesalahan suami gue dan dia, gue juga ga mungkin nutup mata akan situasi dia biarpun hati gue sakit dan ancur. Gue juga ga sanggup nanggung dosa kalau gue harus bersikap jahat dengan wanita lain. Gue harus gimana Vil?"

"Jujur aja, gue ga tau. Gue beneran ga tau musti jawab apa. Gue sendiri kalo di posisi elo bakalan bingung. Di satu sisi gue pasti sakit hati, ga merasa dihargai, ga percaya, dan lainnya. Di sisi lain, dosa dan kemanusiaan menggelantungi hati gue sama beratnya. Jujur aja, gue malah cukup kagum sama elo, yg lagi dalam situasi kayak gini masih bisa mikirin orang lain. Jujur...gue ga tau harus jawab apa.."

"Gapapa...gue tau itu. Minimal baru elo doank yang jujur bilang ga tau. Yang lain malah nasehatin gue macem2, ada yg bilang merem2 dikit kalau suami maen cewe, ada yang bilang di poligami aja, ada yang bilang asal anak dan idup dibiayain udah cuek aja, jaman sekarang yg penting duit. Gila dan ga ada otaknya semua. Gue bukan butuh laki gue buat duit dan biaya! Gaji gue malah lebih gede dari dia! Gue butuh dia karena gue mencintai dan menyayangi dia..cuma itu."

"Gue tau.."

"Gue ga bisa tidur, mikir terus menerus, apa yang gue mau sekarang..apa yang mau gue pilih sekarang, apa yang terbaik dan apa yang akan membuat gue bahagia.."

"Pikirin juga yang terbaik buat anak loe.."

"Iya..itu pasti. Yang lain semua udah gue pikirin.., gue udah nyuruh suami gue untuk mastiin biaya untuk cewe itu, gue juga udah nyuruh nyiapin surat nikah."

"Hm.."

"Gue ga mungkin lah Vil biarinin dia tanpa status. Gue tau gimana rasanya kalo gue yg di posisi dia. Gue ga punya ati untuk tega begitu. Memang yang ada di depan mata pilihannya mereka harus resmi. Anaknya harus hidup, karena anak ga punya salah apa - apa. Dan gue..tinggal gue doank yang harus memilih..apa gue bisa nerima semua ini atau gue pergi dari hidup mereka."

"Kenapa jadi elo yang pergi? Loe rela pergi begitu aja?"

"Gue kepikiran untuk pergi bukan karena gue mikir pendek.., justru karena gue sangat sayang dia dan gue mikir panjang. Gue ga yakin gue bisa nerima semua ini dan memaafkan begitu aja. Gue ga yakin harga diri gue sebagai wanita dan kepercayaan gue bisa kembali ke asal. Dan gue yakin, selama gue merasa seperti itu, selama itu juga gue bakalan sensitif, marah - marah, dan akhirnya yang ada rumah tangga gue cuma jadi neraka buat gue, dia, dan anak gue. Jadi buat apa? Kalau gue pergi, mereka bisa hidup tenang, gue bisa move on one day selama gue ga perlu ngeliat dan teringat dengan semua ini seumur hidup, dan semua akan baik - baik aja. Tapi kalau gue tinggal, gue malah nyiptain neraka buat banyak orang...buat apa lagi Vil?"

"Hm....iya sih. Tapi gue jujur kuatir dengan anak loe. Kehilangan sosok ayah..adalah satu masalah yang cukup besar. Walaupun gue juga tau..buat apa lagi sosok ayah yang menghianati ibunya ditunjukkan kepada anak perempuannya?"

"Iya..itu juga pertimbangan gue. Mungkin suami gue khilaf, ok lah. Tapi khilaf pun adalah sebuah kesalahan. Dan salah itu tetap salah. Gue ga mau anak gue mengira gue membiarkannya salah karena cinta. Gue ga mau anak gue buta akan cinta. Gue mau dia tau, gue menjalankan apa yang benar dan apa yang salah gue tinggalkan. Gue mau dia tahu bahwa cinta dan hidup bukan sesuatu untuk dipermainkan. Dan yang paling utama gue mau dia mengerti, pria yang dulu gue kira terbaik buat gue pun, mungkin bukan benar - benar yang terbaik. Tapi itu bukan berarti harus menjadikan hidup gue buruk. Gue mau dia mengerti memaafkan tidak sama dengan menerima kembali."

"Loe yakin dengan semua itu?"

"Enggak. Makanya gue masih mikir. Udah seminggu gue di rumah bonyok. Anak gue tinggal sama suami, paling pulang sekolah kadang main ke sini. Dia belom tau apa - apa."

"Suami loe ga nyariin elo?"

"Nyariin. Bahkan nelpon tiap hari."

"Ga loe angkat?"

"Angkat. Gue jawab seperlunya. Sejak awal gue udah bilang ga perlu kuatir, gue ga akan bunuh diri dan lainnya. Gue ga sebodoh itu. Gue akan baik - baik aja, cuma gue perlu waktu untuk mikir. Dia minta maaf berkali - kali, nangis, nyesel, dan macem - macem. Tapi Vil...mau dia sujud nyembah di kaki gue 1000 kali pun...memangnya yang udah terjadi bisa diputar balik? Memangnya segalanya bisa kembali seperti semula?"

"Iya.."

"Ga perlu dia minta maaf pun pilihan gue cuma maafin. Bisa apa gue? Tapi masalah balik lagi atau pisah, itu pilihan gue. Dan ga ada hubungannya dengan maaf."

"Iya. Itu pilihan loe yang harus loe pikir mateng2. Gue ngerti banget sih, yang loe rasain sekarang adalah dilema dan pertentangan dengan diri elo sendiri. Memang semua udah terjadi dan loe ga bisa ubah itu, satu - satunya yang tinggal jadi masalah adalah diri loe sendiri. Tapi gue juga yakin, ga semudah itu untuk nyari solusinya, karena yg loe hadapin sekarang adalah masalah perasaan dan emosi. Cinta dan kebersamaan adalah rasa dan emosi. Gue juga ngerti, fokus di masalah dan sekaligus emosi adalah hal tersulit dalam hidup ini. Tapi loe udah menjalankannya dengan baik sampai tahap ini. Loe udah menunjukkan kedewasaan elo dengan menyimpan rapat - rapat emosi loe sampai tahap terakhir, dan menyelesaikan semua yang harus loe selesaikan duluan. Gue salut sama elo."

"Apa gue bener udah sebaik itu Vil? Apa bener yg gue lakukan sekarang sudah sebaik itu?"

"Menurut gue iya. Loe udah melakukan yang terbaik yang bisa loe lakukan, yang bahkan mungkin ga akan bisa orang lain lakukan, termasuk gue. Loe juga bisa menyadari sepenuhnya duduk permasalahannya, pilihan, dan solusi yang bisa loe pilih untuk masalah ini, dalam keadaan di mana elo seharusnya berada di posisi yang sulit untuk bisa menganalisa pilihan2 itu. Loe hebat. U really are a tough and wise woman."

"Thank you Vil. Tapi..kalau gue sebaik itu, kenapa suami gue ga sadar itu? Kenapa?"

"Maunya gue sih jawabnya karena dia bego, goblok, tolol, super idiot. Tapi gue tau loe yg lebih ngenal dia. Tapi kalau loe tanya gue, gue cuma bisa bilang, gue kenal elo sama baiknya dengan dia mengenal elo..dan kalau gue suami elo, gue yakin ga akan ada cerita seperti ini."

"Hehe....kalo elo cowo, gue udah pasti kawin sama elo dari pertama, Vil."

"Hehehe..."

"Thank you Vil..doa buat gue ya. Semoga gue tau apa jawaban terbaik buat semua ini. Hug me please.."

"Amin.." *hug*

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
bahunya bergetar di dalam pelukanku..
air matanya membasahi bahuku..
tenggorokanku tercekat dan air mataku rasanya tak bisa kutahan..
sahabat yang kusayang..teman yang kukenal cukup lama..
salah satu wanita terbaik yang pernah kukenal..
salah satu wanita yang kukasihi..
semoga kamu dikuatkan dan diberikan ketabahan sepenuhnya..
semoga malaikat Tuhan bersamamu setiap waktu..
saat ini, hanya doa, waktu, dan supportku untukmu yang bisa kuberikan..
tabahlah, tabahlah, dan tabahlah..
kuatkan hatimu..
karena Tuhan takkan pernah meninggalkanmu.

Segala yang buruk dan menyedihkan..
akan dibalas ratusan kali lipat dengan kebahagiaan yang melimpah.
Percayalah.

Cinta hanyalah cinta, hidup hanyalah hidup.
Terbaik dan terburuk, pilihan demi pilihan.
Kamu hanya mampu menjalaninya ke depan,
dan tidak kebelakang.
Kamu yang baru menunggu di depan sana..
dan setelah air matamu kering, dan hatimu puas berlelah - lelah..
berlarilah dan gapai dirimu yang baru.
Aku yakin satu hari nanti aku akan mendengarmu berkata..
"Untung waktu itu aku begitu.."

Saturday, September 10, 2011

Ketika Orang Tua Tidak Merestui Kisah Cinta Kita

Jatuh cinta dan memiliki seorang pacar memang menyenangkan dan bisa membuat hidup kita lebih indah dan tentunya lebih bersemangat lagi untuk menjalani hari demi hari demi. Tapi tidak semua kisah cinta itu berjalan mulus, selalu ada saja yang menghalangi atau bahkan membuat kisah cinta kita jadi lebih sulit untuk dijalani.

Dan mungkin yang paling sering terjadi adalah ketika orang tua tidak setuju atas hubungan cinta kita? Orang tua kita tidak mau menerima pilihan hati kita dan membenci orang yang jadi pacar kita.

Bila anda pernah mengalami seperti hal seperti ini, dimana hubungan cinta kita tidak mendapat restu dari orang tua, jangan kecil hati dulu dan jangan terburu-buru mengambil langkah yang bisa jadi, justru akan merugikan kehidupan kita.

Ketika orang tua tidak merestui hubungan kita, ada baiknya anda melakukan lagi cek dan rechek atas permasalahan yang sedang dihadapi, dan anda harus siap melihat dan menerima sisi baik maupun sisi buruk dari masalah ini.



Cek Motivasi Hubungan Cinta ini

Yang pertama kali harus kita lakukan adalah mengetahui dulu motivasi apa yang menyebabkan kita memilih dia menjadi pacar kita? Apa tujuan dari hubungan yang kita jalin. Apakah tujuan kita memilih dia itu hanya untuk sekedar gila-gilaan, biar lebih dipandang sebagai ce/co gaul, atau mungkin ada motivasi lain yang lebih tinggi, misal karena kita menginginkan dia jadi istri/suami kita? Dengan mengetahui motivasi sebenarnya dari sebuah hubungan, kita bakal lebih mengetahui apakah kita emang benar-benar cinta sama dia? atau justru cinta yang kita rasakan ini cuma sekedar perasaan kagum sesaat saja? Atau malah yang parah lagi bila kita memilih dia, cuma ingin teman-teman kita memandang kita hebat karena bisa mendapatkan dia, yang notabene ce/co idaman?

Nah, bila kita telah mengetahui apa sebenarnya motivasi dari hubungan cinta kita, dijamin kita bakal lebih mudah untuk menghadapi ketidaksetujuan dari orang tua kita.



Apakah ini Benar-Benar Cinta?

Sekali lagi, tanya pada diri kita sendiri, apakah yang kita rasakan ini adalah benar-benar cinta? Apakah emang kita benar-benar sayang sama dia? Saat kita jatuh cinta pada seseorang, kita akan selalu memandang semua hal itu mungkin dan bisa dilakukan. Dengan kekuatan cinta, kita bisa lebih bersemangat, apa yang tadinya terasa tidak mungkin menjadi mungkin.

Tapi ketika tiba-tiba orang tua tidak setuju dengan hubungan kita, maka akan dengan mudahnya kita menyalahkan mereka, dan menganggap mereka tidak mengerti dengan perasaan yang kita alami.



Apa Motivasi dari ketidaksetujuan Orang Tua

Langkah berikutnya adalah mengetahui apa motivasi dibalik ketidaksetujuan orang tua atas hubungan cinta kita. Cari tahu latar belakang dari kehidupan orang tua kita dan kemudian kita bandingkan dengan latar belakang dari pacar kita, karena biasanya perbedaan latar belakang seringkali menjadi penyebab utama dari ketidaksetujuan orang tua. Ada banyak alasan yang bisa menyebabkan orang tua tidak merestui hubungan kita, dan itu semua harus kita cari tahu apa motivasi dari alasan-alasan tersebut.



Jika Orang Tua Kita Ternyata Salah

Orang tua juga manusia, tidak selamanya mereka selalu benar. Bila ternyata ketidaksetujuan mereka lebih dilatar belakangi karena masalah racis (perbedaan suku, warna kulit dst), kelas sosial, atau bahkan perbedaan pekerjaan (misal dia kurang mapan dibandingkan dengan kita). Bila itu semua yang menjadi alasan, maka sudah selayaknya kita berjuang mempertahankan hubungan cinta kita dan tidak begitu saja menyerah dan setuju dengan ketidaksetujuan orang tua kita.

Orang tua mungkin merasa khawatir bila ternyata hubungan cinta kita justru akan membuat kita sengsara, atau membuat kita dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Dan terkadang orang tua mempergunakan “aturan” atau “tata sosial” zaman dulu, yang terkadang kurang relevan dengan keadaan zaman sekarang.

Bila ternyata semua ini yang menjadi penyebab ketidaksetujuan orang tua kita, maka sudah sewajarnya kita bisa memberikan argumen yang tepat pada mereka untuk mempertahankan hubungan cinta kita. Bagaimanapun ketidaksetujuan yang disebabkan karena masalah rasis, kelas sosial sangat tidak bisa dibenarkan, meskipun itu semua datang dari orang tua kita sendiri.



Jika Orang Tua Kita Ternyata Benar

Tidak ada yang lebih mengenal kita, selain orang tua kita. Bahkan orang tua lebih tahu dan mengerti pada diri kita dibandingkan kita sendiri. Dan mungkin saja, karena kita sedang dibutakan oleh yang namanya cinta, hingga apa yang dilihat sebagai sisi buruk oleh orang tua kita justru kita tidak bisa menyadarinya. Yang kita lihat hanya sisi baik dan pandangan bahwa cinta itu selalu indah.

Kita harus ingat, orang tua sangat menyayangi kita dan mereka menginginkan supaya kita bisa bahagia dalam hidup ini. Jadi ketika mereka melihat sesuatu yang tidak beres dan merugikan, dalam hubungan cinta kita, tentu saja mereka bakal dengan tegas menolak dan tidak merestui hubungan kita.

Jika orang kita ternyata pernah mendengar bahkan tahu bahwa pacar kita tersebut punya perilaku yang buruk, dan mereka mengkhawatirkan kita bakal dilukai oleh pacar kita, tentu ada baiknya bila kita mencoba mendengarkan mereka, karena mungkin saja mereka ada benarnya.

Jika kita mulai berlaku liar, dan hidup kita mulai kacau, (misal kita mulai mempergunakan obat-obatan terlarang, minuman keras) karena pengaruh pacar kita, orang tua sudah pasti sangat tidak setuju dengan hubungan kita. Dan orang tua juga bakal tidak merestui, bila ternyata selama menjalin hubungan cinta, prestasi kuliah kita mulai menurun, atau kita mulai kehilangan sahabat dan teman kita. Sudah waktunya kita mendengarkan orang tua dan menghentikan hubungan cinta kita. Bagaimanapun, sebuah hubungan cinta yang terlalu banyak mengorbankan dan merugikan kehidupan pribadi kita, sudah merupakan sesuatu yang tidak menyehatkan bagi kelangsungan hidup kita.



Menemukan Jalan Keluar

Seperti dikatakan di awal tadi, cinta itu indah dan bisa membuat hidup lebih bersemangat dan lebih baik. Bila ternyata cinta yang kita jalani sekarang ini memang benar-benar membuat hidup kita lebih baik, lebih nyaman, dan pacar kita benar-benar sayang sama kita dan memberikan efek positif pada kehidupan kita, sudah sewajarnya kita mempertahankan hubungan cinta ini, meskipun orang tua tidak setuju.

Tapi ketika hubungan cinta dirasakan mulai “membahayakan” kehidupan pribadi kita, ada baiknya kita berpikir ulang, apakah perlu kita mempertahankan cinta ini? Perlu diingat baik-baik, kita tidak harus kehilangan hidup kita hanya karena kita jatuh cinta dan membina sebuah hubungan. Keluarga, teman dan kuliah atau sekolah kita, masih sangat penting bagi kehidupan kita. Membina sebuah hubungan cinta, tidak berarti bahwa kita mesti kehilangan itu semua. Bila kita mulai merasakan bahwa kita mulai kehilangan hidup kita, sudah waktunya kita berpikir untuk mengakhiri hubungan cinta ini.



Orang tua selalu mengharapkan yang terbaik buat kita, hadapilah ketidaksetujuan orang tua dengan kepala dingin dan sikap yang kooperatif. Boleh jadi mereka tidak suka dengan pacar kita, tapi suatu hari nanti mereka pasti akan bisa menerima hubungan cinta kita, bila kita mampu membuktikan bahwa apa yang kita lakukan bisa membuat kehidupan kita lebih baik dan lebih indah untuk dijalani.



Selamat Jatuh Cinta!

Suatu Kisah Cinta Sejati

John dan Jessica telah berumah tangga selama 7 tahun..

Mereka saling mencintai, namun Jessica sejak awal menutupi semua perasaan cintanya terhadap John..Ia begitu takut apabila John mengetahui betapa ia mencintai pria itu, John lantas meninggalkannya sebagaimana kekasih-kekasihnya selama ini..Tapi tidak bagi John..Ia selalu menyatakan perasaan cintanya kepada Jessica dengan tulus dan begitu terbuka..Setiap saat ketika bersama Jessica, John selalu menunjukkan cintanya yang besar, seolah-olah itulah saat akhir John bersama Jessica..

Jessica selalu bersikap tidak menyenangkan terhadap John..Setiap saat dia selalu mencoba menguji seberapa besar cinta John terhadapnya. Jessica selalu mencoba melakukan hal-hal yang keterlaluan dan diluar batas kepada John..Meski Jessica tahu betapa hal itu sungguh salah, namun melihat sikap John yang tetap berlaku baik padanya, membuat Jessica tetap bertahan untuk melihat seberapa besar kesungguhan cinta pria yg dinikahinya itu..

Hari pertama pernikahan mereka.. Jessica bangun siang..Dia tidak sempat menyiapkan sarapan untuk John ketika John hendak berangkat kerja..Namun John tetap tersenyum dan mengatakan, “Tidak apa-apa..Nanti aku bisa sarapan di kantor..”

Saat John pulang dari kantor, Jessica tidak sengaja memasak makanan yang tidak disukai John..Meski menyadari hal itu, Jessica tetap memaksakan agar suaminya mau makan makanan itu..John tetap tersenyum dan berkata, ” Wah..sepertinya sudah saatnya aku belajar menghadapi tantangan..Masakanm u sepertinya tantangan yang hebat, sayang..Aku sudah tidak sabar untuk menyantapnya.” Jessica terkejut, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam saat Jessica terlelap John memanjatkan doa, “Tuhan….Di pagi pertama pernikahan kami Jessica tidak membuatkanku sarapan. Padahal aku begitu ingin bercakap-cakap di meja makan bersamanya sambil membicarakan betapa indah hari ini, di hari pertama kami menjalani kehidupan baru sebagai suami istri.. Tapi tidak apa-apa, Tuhan.. Karena sepertinya Jessica kelelahan setelah resepsi pernikahan kami tadi malam..Bantulah kekasih hatiku ini, Tuhan agar dia boleh punya tenaga yang cukup untuk menghadapi hari baru bersamaku besok..Tuhan, Engkau tau betapa aku tidak bisa makan spaghetti karena pencernaanku yang tidak begitu baik..Tapi sepertinya Jessica sudah bekerja keras untuk masak makanan itu..Mampukan aku untuk menghargai setiap apa yang dilakukan istriku kepadaku, Tuhan..Jangan biarkan aku menyakiti perasaannya meski itu tidak mengenakkan bagiku..”

Tahun kedua pernikahan mereka..John membangunkan Jessica pagi-pagi untuk berdoa bersama..Namun Jessica menolak dan lebih memilih melanjutkan tidurnya. John tersenyum dan akhirnya berdoa seorang diri.

Sore hari sepulang kantor, John mengajak Jessica berjalan-jalan ke taman..Meski terpaksa, Jessica akhirnya mau juga ke tempat dimana dulu perasaannya begitu berbunga-bunga saat bersama John..Tetapi Jessica menolak rangkulan John, dan berkata, “Jangan, John..Aku malu..”..John tersenyum dan berkata, “Ya, aku mengerti..” Jessica melihat kekecewaan dimata John, namun tidak melakukan apapun untuk menghilangkan kekecewaan itu..

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya..” Tuhan..Ampuni aku yang tidak bisa membawa istriku untuk lebih dekat padaMU pagi hari ini..Mungkin tidurnya kurang karena pikirannya yang sedang berat..Tapi aku yakin, Tuhan besok Jessica mau bersama-sama denganku bercakap-cakap kepadaMu..Tuhan, Engkau juga tahu kesedihanku saat Jessica meolak kurangkul ketika ke taman hari ini. Tapi tidak apa-apa Dia sedang datang bulan, mungkin karena itu perasaannya juga jadi lebih sensitive Mampukan aku untuk melihat suasana hati istriku, Tuhan.”

Tahun ketiga pernikahan mereka. Mereka kini mempunyai seorang putera bernama Mark. Jessica menjadi tidak pernah lagi meneruskan kebiasaannya membaca bersama John sebelum tidur. Jessica semakin sering menolak ciuman John..

Jessica memarahi John habis-habisan sore itu ketika John lupa mencuci tangan saat akan menggendong Mark ketika John pulang kerja..Jessica tahu betapa hal itu membuat John terpukul..Namun idealismenya terhadap mendidik Mark membuat Jessica mengabaikan perasaan John..Dan John tetap tersenyum..

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya..“Tuhan, Engkau tahu betapa sedih hatiku saat ini..Semenjak kelahiran Mark, aku kehilangan begitu banyak waktu bersama Jessica..Aku merindukan saat-saat kami membaca bersama sebelum tidur dan menciuminya sebelum ia tertidur..Tapi tidak apa-apa..Dia begitu capek mengurusi Mark seharian saat aku bekerja di kantor..Hanya saja, biarkanlah dia tetap terus tertidur dalam pelukanku, Tuhan….Karena aku begitu mencintainya. Sore tadi Jessica memarahiku karena aku lupa mencuci tangan saat menggendong Mark, Tuhan..Aku begitu kangen pada anakku sehingga teledor melakukan sebagaimana yg diminta istriku..Engkau tahu betapa aku terluka akan kata-kata Jessica, Tuhan..Tapi tidak apa-apa..Jessica mungkin hanya kuatir terhadap kesehatan anak kami Mark apabila aku langsung menggendongnya. .Kesehatan Mark lebih penting daripada harga diriku.”


Tahun keempat pernikahan mereka.. Jessica tidak ingat memasak makanan kesukaan John di hari ulang tahunnya..Jessica terlalu sibuk belanja sehingga lupa bahwa John selalu minta dibuatkan Blackforest dengan taburan coklat dan ceri diatasnya setiap ulang tahunnya tiba..

Jessica juga lupa menyetrika kemeja John yang menyebabkan John terlambat ke kantor pagi itu karena John terpaksa menyetrika sendiri kemejanya..Jessica tau kesalahannya, namun tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu hal yang penting.

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya..“Tuhan, Untuk kali pertama Jessica lupa membuatkan Blackforest kesukaanku di hari ulang tahunku ini..Padahal aku sangat menyukai kue buatannya itu. Menikmati kue Blackforest buatannya membuatku bersyukur mempunyai istri yang pandai memasak sepertinya, dan merasakan cintanya padaku.. Namun tahun ini aku tidak mendapatinya. Tapi tidak apa-apa..mungkin lebih banyak hal-hal lain yang jauh lebih penting daripada sekedar Blackforest itu. Paling tidak, aku masih mendapatkan senyuman dan ciuman darinya hari ini. Ampuni aku, Tuhan apabila tadi pagi aku lupa tersenyum kepada Jessica..Aku terlalu sibuk menyetrika bajuku dan memikirkan pekerjaanku di kantor..Jessica sepertinya lupa untuk melakukan hal itu, meski aku sudah meminta tolong padanya tadi malam. Jangan biarkan aku melampiaskan emosiku karena dampratan atasanku akibat keterlambatanku hari ini kepada Jessica, Tuhan.. Jessica mungkin keliru menyetrika kemeja mana yang seharusnya kupakai hari ini.. Lagipula, sepatuku begitu mengkilap..Aku yakin Jessica sudah berusaha keras agar aku kelihatan menarik saat presentasiku tadi..Terima kasih untuk kebaikan istriku, Tuhan.”

Tahun kelima pernikahan mereka. Jessica menampar dan menyalahkan John karena Mark sakit sepulang mereka berenang..John terlalu asyik bermain-main dengan Mark sehingga tidak menyadari betapa Mark sangat sensitive terhadap dinginnya air kolam renang, yang mengakibatkan Mark terpaksa dirawat dirumah sakit….

Jessica mengancam akan meninggalkan John apabila terjadi apa-apa dengan Mark..Jessica melihat genangan air mata di mata John, namun kekerasan hatinya lebih menguasainya ketimbang perasaan John.

Tetapi Malaikat tahu betapa saat itu John lantas menuju ke Kapel rumah sakit dan memanjatkan doanya sambil menangis..” Tuhan..Tadi Jessica menamparku karena kelalaianku menjaga Mark sehingga dia sakit.. Belum pernah Jessica bersikap dan berkata sekasar itu padaku, Tuhan..Tapi tidak apa-apa..Jessica benar-benar kuatir terhadap anak kami sehingga ia bersikap demikian..Tapi Tuhan, aku begitu terluka saat ia mengatakan akan meninggalkanku. Engkau tahu betapa ia adalah belahan jiwaku. Jangan biarkan hal itu terjadi, Tuhan..Mungkin dia begitu dikuasai kekuatiran sehingga melampiaskannya padaku..Tidak apa-apa, Tuhan..Tidak apa-apa. Asal dia mendapat ketenangan, aku akan merasa bersyukur sekali.. Dan sembuhkanlah putera kami, Mark agar dia boleh kembali dapat ceria dan bermain-main bersama kami lagi, Tuhan..”

Tahun keenam pernikahan mereka.. Jessica semakin menjaga jarak dengan John setelah kehadiran Rebecca, puteri mereka..Jessica tidak pernah lagi menemani John makan malam karena menjaga puteri mereka yang baru berusia 5 bulan..

Jessica juga menjual kalung berlian pemberian John dan menggantinya dengan perhiasan lain yang lebih baru. Ketika John mengetahui hal itu, Jessica tau John menahan amarahnya, namun Jessica berdalih, “John, itu hanya kalung berlian biasa. Lagipula, aku bukan menjualnya, melainkan menukarnya dengan perhiasan yang lebih baru..”

Tetapi Malaikat tahu betapa malam-malam setelah Jessica terlelap, John memanjatkan doanya..“Tuhan, Aku begitu kesepian melewatkan makan malam sendirian tanpa Jessica bersamaku.. Aku begitu ingin terus bercerita dan tertawa bersamanya di meja makan..Engkau tau, itulah penghiburanku untuk melepas kepenatanku setelah seharian bekerja di kantor..Tapi tidak apa-apa..Rebecca tentu lebih membutuhkan perhatiannya daripadaku.. Lagipula, Mark kadang-kadang mau menemaniku.. Hanya saja, jangan biarkan aku memendam sakit hati kepada Jessica karena menjual kalung pemberianku. .Engkau tau begitu lama aku menabung dan bekerja ekstra demi menghadiahinya kalung itu, hanya untuk membuktikan terima kasihku padanya atas kesetiaan dan pengabdiannya sebagai istriku dan ibu dari anak-anakku. Ampuni aku apabila tadi aku sempat berpikir untuk marah padanya..”

Tahun ketujuh pernikahan mereka.. Jessica sama sekali tidak mengindahkan kebiasaannya membelai kepala John dan mencium kening suaminya sebelum John berangkat kantor..Padahal Jessica tau, selama ini apabila dia lupa melakukannya, John selalu kembali kerumah siang hari demi mendapatkan belaian dan ciuman Jessica untuknya..Karena John tidak akan pernah tenang bekerja apabila hal itu belum dilakukan Jessica padanya..Jessica tidak mengucapkan I LOVE YOU untuk kali pertama dalam 7 tahun pernikahan mereka..

Dan di tahun ketujuh itu pula, John mengalami kecelakaan saat akan berangkat ke kantor..Ia mengalami pendarahan yang hebat, yang membuatnya terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit..

Jessica begitu terguncang dan terpukul.. Ia begitu takut kehilangan John, suami yang dicintainya. .Yang selalu ada kapan saja dia butuhkan..Yang selalu dengan tersenyum menampung semua emosi dan kemarahannya. Yang tak pernah berhenti mengatakan betapa John mencintainya. . Tak sedikitpun Jessica beranjak dari sisi tempat tidur John..Tangannya menggenggam erat jemari suaminya yang terbaring lemah tak sadarkan diri..Bibirnya terus mengucapkan I LOVE YOU, karena ia ingat kalau ia belum mengatakan kalimat itu hari ini..

Karena begitu sedih dan lelah menunggui John, Jessica tertidur..Dalam tidurnya, malaikat yang selama ini mendengar doa-doa John pada Tuhan membawa Jessica melihat setiap malam yg John lewatkan untuk mendoakan Jessica..Ia menangis sedih melihat ketulusan dan rasa cinta yg besar dari John padanya..Tak sedikitpun John menyalahkannya atas semua sikapnya yang tidak mempedulikan perasaan dan harga diri John selama ini..Alih-alih demikian, John malahan menyalahkan dirinya sendiri.. Jessica menangis menahan perasaannya. Dan untuk kali pertama dalam hidupnya, Jessica berdoa, “Tuhan, ampuni aku yang selama ini menyia-nyiakan rasa cinta suamiku terhadapku.. Ampuni aku yang tidak memahami perasaan dan harga dirinya selama ini.. Beri aku kesempatan untuk menunjukkan cintaku pada suamiku, Tuhan.. Beri aku kesempatan untuk meminta maaf dan melayaninya sebagai suami yang kucintai..”

Dan ketika Jessica terbangun, Ia melihat pancaran kasih suaminya menatapnya..” Kamu keliatan begitu lelah, sayang.. Maafkan aku yang tidak berhati-hati menyetir sehingga keadaannya mesti jadi begini dan membuatmu kuatir..Aku tidak konsentrasi saat menyetir karena memikirkan bahwa kau lupa mengatakan I LOVE YOU padaku..”..Belum selesai John berbicara, Jessica lantas menangis keras dan menghambur ke pelukan suaminya..

“Maafkan aku, John..Maafkan aku..I LOVE YOU..I really Love you..Kaulah matahariku, John..Aku tidak bisa bertahan tanpamu..Aku berjanji tidak akan pernah lupa lagi mengatakan betapa aku mencintaimu. .Aku berjanji tidak akan pernah mengabaikan perasaan dan harga dirimu lagi..I LOVE YOU, John..I LOVE YOU.”

Coba renungkan!

Berapa banyak diantara kita yg menjadi seperti Jessica? Yang mengabaikan perasaan kekasih hati kita demi kepentingan dan harga diri kita sendiri? Jangan sampai terjadi sesuatu yang berat untuk kita lalui demi menyadari betapa berharganya orang-orang yang mengasihi kita..

Lebih dari itu, cinta yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa seperti John, yang mengabaikan kepentingan dirinya dan perasaannya demi menjaga dan menunjukkan cintanya kepada pasangannya. Yang menjadikan pasangan hidup kita sebagai subjek untuk dikasihi dan dilayani, bukan sebaliknya..

Salam,

Neng Tari Khairunnisa